Yesus Waktu Kecil Mengalami

Yesus Waktu Kecil Mengalami

Masa kecil seseorang merupakan masa-masa yang paling menyenangkan. Masa kecil itu juga merupakan suatu proses pengenalan diri seorang anak secara maksimal. Oleh sebab itu, ada banyak orang tua yang mengajarkan dan mengarahkan anaknya dengan baik dan benar agar mereka berkembang dengan baik.

Injil Lukas terbilang paling lengkap mengisahkan kelahiran Yesus. Hanya Lukas, satu-satunya penulis yang menceritakan kisah Yesus dari masa kanak-kanak sampai beranjak dewasa. Lukas 2:22, tertulis: “dan ketika genap waktu penahiran, menurut Hukum Taurat,” juga kita temukan di Imamat 12:1-2, 6, “Tuhan berfirman kepada Musa, demikian: Katakanlah kepada orang Israel, apabila seorang perempuan bersalin dan melahirkan anak laki-laki atau anak perempuan haruslah dibawanya seekor domba berumur setahun sebagai korban bakaran dan seekor anak burung merpati atau burung terkukur sebagai korban penghapus dosa ke pintu Kemah Pertemuan dengan menyerahkannya kepada Imam.” Ini dapat disimpulkan bahwa setelah melahirkan, seorang perempuan dianggap tidak tahir, dia harus tinggal di dalam rumah selama tujuh hari dan pada hari ke delapan bayinya (jika laki-laki) harus disunat. Ketika Yesus genap berumur delapan hari, Ia harus disunatkan menurut ketentuan Hukum Taurat sebagai TANDA bahwa anak itu dipersembahkan untuk Tuhan (Kej. 17:9; Im. 12:3). Karena Yesus, Sang Mesias lahir dari orang Yahudi maka Ia menggenapi TAURAT. Sunat menjadi syarat dalam Hukum Taurat untuk menunjukkan bahwa mereka menepati janji mereka kepada Allah, dimana setiap keturunan laki-laki Abraham harus disunat. Hal ini berarti bahwa Kristus datang juga untuk menggenapkan Hukum Taurat.

Sebagai umat Tuhan, kita memiliki tanda (identitas), yaitu: iman kita kepada Kristus. Tanpa iman kepada Kristus maka kita bukanlah umat Allah yang hidup dalam perjanjian yang baru di dalam Kristus. Mari kita pelihara identitas yang baru dan menaati segala perintah-Nya di dalam Kristus agar kehidupan kita semakin menyenangkan hati-Nya.

STUDI PRIBADI: Mengapa Tuhan Yesus harus dibawa ke Yerusalem oleh kedua orang tua-nya? Apa tanda yang paling penting bagi kita sebagai ciptaan yang baru di dalam Kristus?

Pokok Doa: Berdoa agar kedewasaan rohani Jemaat Allah bertumbuh dalam pengenalan yang benar terhadap Firman-Nya. Setiap kesempatan terbuka bagi umat Allah untuk memberitakan kabar sukacita Injil Kristus.

Bab 33: Menampakkan Diri dalam Kemuliaan: Perubahan Rupa

Banyak orang berkumpul di sekitar Yesus. Mereka ingin mendengar Dia menuturkan kisah-kisah. Mereka ingin mendengar Dia mengajar tentang surga.

Ketika orang-orang sakit, Yesus menyembuhkan mereka. Dia menyembuhkan orang-orang yang tidak dapat melihat. Dia menyembuhkan orang-orang yang tidak dapat mendengar.

Suatu hari beberapa orang membawa anak-anak kecil mereka untuk melihat Yesus. Mereka ingin Dia memberi anak-anak mereka sebuah berkat. Para murid Yesus memberi tahu orang-orang agar jangan mengganggu Yesus. Mereka mengira Dia terlalu sibuk.

Yesus tidak terlalu sibuk. Dia memberi tahu para murid agar membiarkan anak-anak kecil datang kepada-Nya. Dia mengatakan bahwa kerajaan surga milik orang-orang yang seperti anak-anak kecil.

Yesus mengasihi semua anak. Tidak menjadi soal siapa Anda, seperti apa Anda, atau di mana Anda tinggal. Yesus mengasihi Anda!

Tampilkan Bahasa Isyarat Saja

Hanya Bisa Download Publikasi

VOLUME 7 UNIT 19 SESI 5

JUDUL   : MASA KECIL YESUS

PEMBICARA  : KAK PAOLINE & KAK LINA

Injil Lukas hanya mencatat dua kisah tentang masa kanak-kanak Yesus: penyerahan-Nya (Lukas 2:21-40) dan kunjungan-Nya ke Bait Allah ketika Dia berusia 12 tahun (Lukas 2:41-52). Injil Matius memasukkan cerita lain: kunjungan orang-orang Majus. Kisah-kisah tentang Yesus ketika masih kecil ini menjadi jembatan bagi pelayanan Yesus sebagai orang dewasa.

Setelah Yesus lahir, Allah menempatkan bintang di langit sebagai tanda. Orang Majus dari timur mengikuti bintang ke Yerusalem, mencari raja baru. Mereka menemukan Yesus, yang mungkin berusia 1 atau 2 tahun, di Betlehem dan mereka menyembah Dia sebagai Raja. Kemudian, Yesus dan keluarga-Nya menetap di Nazaret, di mana Yesus dibesarkan.

Pada zaman Alkitab, seorang anak laki-laki Yahudi dianggap telah dewasa pada usia 13 tahun. Ayahnya akan melatihnya untuk memikul semua tanggung jawab orang dewasa—secara sosial dan spiritual. Yusuf adalah seorang tukang kayu, dan kemungkinan besar ia melatih Yesus dalam pekerjaannya. Ketika Maria dan Yusuf pergi ke Yerusalem untuk merayakan Paskah, Yusuf mungkin membawa Yesus, yang berusia sekitar 12 tahun, berkeliling kota untuk mengajari-Nya tentang pentingnya Bait Allah dan menjelaskan tujuan perayaan Paskah.

Orang tua Yesus pulang ke rumah setelah perayaan itu. Mereka menganggap Yesus ada di antara teman seperjalanan mereka, tetapi ternyata tidak. Yesus tinggal di Bait Allah. Maria dan Yusuf baru tersadar Yesus menghilang setelah satu hari berlalu. Mereka bergegas kembali ke Yerusalem dan akhirnya menemukan Dia di Bait Allah. Yesus bertanya kepada ibu-Nya, “Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?” Maria dan Yusuf tidak mengerti.

Tetapi Yesus adalah Anak Allah, dan Dia perlu menghormati Bapa-Nya yang sejati. Dalam semua ini, Yesus tidak berbuat dosa.

Alkitab tidak memberikan banyak rincian tentang masa kanak-kanak Yesus, tetapi kita tahu bahwa seiring bertambahnya usia Yesus, Dia bertambah “dewasa dan bijaksana” (Lukas 2:52). Yesus melaksanakan rencana Allah untuk mendamaikan dunia dengan diri-Nya (2 Kor. 5:19).

Allah mengutus Yesus ke bumi dengan suatu tujuan. Bahkan sebagai seorang anak, Yesus ingin menghormati Allah. Allah memberkati Yesus saat Dia bersiap untuk mengikuti rencana Bapa-Nya: mati di kayu salib dan menyelamatkan manusia dari dosa.

POIN AWAL BAGI KELUARGA

Pada mulanya adalah Firman. Firman itu ber-sama2 dengan Allah & Firman itu adalah Allah.

HIDUPKATOLIK.com – Mengapa Injil Yohanes dan Markus tidak berbicara tentang masa kecil Yesus seperti dalam Injil Matius dan Lukas?

Martina Murlani, Madiun

Pertama, Injil-injil bukanlah biografi tentang Yesus, tetapi kesaksian iman para rasul tentang Yesus yang adalah Allah dan Penyelamat (bdk. Kis 2:32.36; 5:31; bdk. Rom 1:4). Dengan ini kita bisa mengerti mengapa Injil tertua, Markus, tidak mengisahkan masa kecil Yesus. Fokus utama ialah pewartaan tentang Yesus yang bangkit. Kebangkitan membuat para rasul sadar bahwa Yesus Kristus adalah Allah. Jati diri Yesus sebagai Allah ini pasti juga sudah ada sejak awal penampilannya di depan umum. Demikian pula seluruh pelayanan-Nya pasti sudah diresapi oleh keilahian-Nya. Kebangkitan hanyalah menyingkap martabat ilahi yang memang sudah ada sebelumnya. Pengertian inilah yang tercermin dalam njil Markus. Dia memindahkan momen kristologis dari kebangkitan ke peristiwa awal penampilan Yesus di depan umum, yaitu pembaptisan oleh Yohanes. Peristiwa itu mewahyukan jati diri Yesus: “Engkaulah Anak-Ku yang Ku-kasihi, kepada-Mulah Aku berkenan” (Mrk 1:11; bdk. Majalah HIDUP No. 51, 16 Desember 2012).

Kedua, ketika orang sudah mengenal pribadi Yesus, mereka membedakan antara realitas objektif dalam diri Yesus dan pengenalan mereka akan Yesus. Realitas objektif dari jati diri ilahi Yesus pasti sudah ada sejak Dia dilahirkan bahkan pada saat pengandungan-Nya. Ini tahap lebih lanjut dalam proses pembentukan Injil yang tercermin dalam Injil Matius dan Lukas. Kedua penginjil mengisahkan proses pengandungan dan kelahiran Yesus dengan semua tanda heran yang menyertai.

Manusia tidak bisa menjadi Allah, tetapi Allah bisa menjadi manusia. Inilah pesan yang hendak disampaikan penginjil Matius dan Lukas dalam kisah masa kanak-kanak Yesus, yaitu bahwa Yesus adalah Anak Allah sejak awal kelahiran-Nya sebagai manusia. Pewahyuan tentang jati diri Yesus itu disampaikan malaikat, yaitu bahwa Anak yang dikandung Maria itu berasal dari Roh Kudus (Mat 1:20; Luk 1:35) dan bahwa Anak itu “akan disebut kudus, Anak Allah.” (Luk 3:38). Injil Matius dan Lukas tetap bukan biografi Yesus, tapi pewahyuan tentang jati diri Yesus.

Ketiga, ketika Yohanes menulis Injil, sekitar 100 M), diandaikan bahwa Yohanes sudah mengetahui tentang ketiga Injil terdahulu. Maka, dia tidak ingin mengulangi hal yang sudah ditulis, tapi Yohanes hendak melengkapi yang sudah ada. Momen kristologis yang bermula kepada kebangkitan dan kemudian dipindahkan ke pembaptisan oleh Markus, lalu dipindahkan ke awal kelahiran Yesus oleh Matius dan Lukas, sekali lagi dipindahkan jauh melampaui kurun waktu oleh Yohanes, yaitu ke momen sebelum adanya waktu, yang tak lain ialah praeksistensi Yesus sebagai Putra Allah sejak kekal. Yohanes menyebut peristiwa kelahiran Yesus dengan kata-kata, “Pada mulanya adalah Sabda dan Sabda itu bersama-sama dengan Allah, dan Sabda itu adalah Allah…, dan Sabda itu telah menjadi manusia dan tinggal di antara kita, dan kita tidak melihat kemuliaan-Nya” (Yoh 1:1.14).

Dengan menyebut Putra Allah sebagai Sabda, Yohanes menghubungkan peristiwa penjelmaan Putra Allah menjadi manusia dengan kisah penciptaan dalam Kitab Kejadian. Di situ Allah bersabda untuk menciptakan dunia (Kej 1:2.6.9.11.14. 20.24.29). Sebagai Sabda, Putra Allah ikut berperan penting pada momen penciptaan. Sebutan itu juga mencerminkan hikmat Sabda Allah yang memberi kehidupan, yang merupakan “pancaran murni dari kemuliaan Yang Mahakuasa” (Keb 7:25). Dengan mengetahui jati diri sesungguhnya dari Putra Allah, Sang Sabda yang menjelma menjadi manusia, Yohanes mengajak kita untuk mensyukuri dan mengagumi, “Begitu besar kasih Allah akan dunia sehingga Ia memberikan Putra-Nya yang tunggal.” (Yoh 3:16).

Petrus Maria Handoko CM